Pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang kemudian mengundang reaksi keras di masyarakat dan sejumlah ormas Islam.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, HTI dibubarkan karena mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ia mengaku heran, kebijakan tersebut banyak ditentang masyarakat.
"Dibubarkan kok ya dibela, dibilang (pemerintah) melanggar, saya heran," ujar Wiranto dalam pemaparan di hadapan pengurus Kordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis), di kantor Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017).
Pemerintah mengumumkan pembubaran HTI pada Mei lalu. Kebijakan tersebut dilanjutkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017, yang antara lain berisi pemangkasan mekanisme pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas).
Dalam Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2013, diatur bahwa pembubaran ormas dilakukan melalui mekanisme pengadilan. Melalui perppu tersebut, pasal-pasal yang mengatur itu dihapuskan. Kini kementerian terkait bisa langsung mencabut keabsahan suatu ormas. Selain HTI, banyak yang mengecam perppu tersebut, karena dianggap otoriter.
Dalam kesempatan tersebut Menkopolhukam mengingatkan bahwa saat ini ancaman terhadap Indonesia sudah sangat jauh berbeda dibandingkan sebelumnya. Kata dia sudah tidak ada lagi ancaman serangan militer dari negara lain terhadap Indonesia. Kini yang ada adalah ancaman dari dalam negeri, seperti terorisme.
Salah satu ancaman yang berubah, adalah di bidang terorisme. Saat ini pelaku teror umumnya adalah pelaku tunggal, yang kerap disebut 'lone wolf.' Pelaku direkrut dengan menggunakan berbagai macam cara, ada yang direkrut dengan kemajuan tekonologi informasi.
"Menjadi teroris karena 'high tech' (red: teknologi tinggi), dicuci otaknya dengan teknologi komunikasi, dengan ideologi sesat, menjadi teroris, belajar bikin bom dari internet," katanya.
Selain itu ada juga serangan dalam bentuk penyebaran paham radikal, yang sedikit banyaknya menganca kedaulatan NKRI. Di antara paham tersebut adalah paham yang mengharuskan pengikutnya percaya mereka adalah bagian dari masyarakat yang lebih luas dari Indonesia, sehingga nilai nasionalismenya luntur.
Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, masyarakat perlu disadarkan soal ancaman terkini. Selain itu diperlukan rasa nasionalisme yang tinggi dari masyarakat. Kesadaran bela negara, harus ditanamkan ke setiap orang, bahkan di perguruan tinggi swasta sekalipun.
"Maka harus diubah mindset masyarakat, (bahwa) ada perubahan ancaman, agar sadar menjadi bagian yang terancam, harus ditanamkan rasa memiliki negara ini," katanya.
0 komentar: